Labels

Sunday, January 31, 2016

Sabotase Jiwa: Yang Begitu Mudah Kita Pikirkan

"Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: 'Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.' Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: 'Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya.'" - Matius 16:23-28

Ketika Yesus telah memastikan bahwa murid-murid-Nya tahu bahwa Ia adalah Sang Mesias, maka yang berikutnya dilakukan adalah Ia memberi tahu mengenai panggilan, impian dan takdir-Nya sebagai Sang Mesias secara lengkap kepada mereka semua, yakni bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. 

Masalahnya adalah ternyata para murid, terutama Simon Petrus telah memiliki konsepnya sendiri mengenai siapa seharusnya Mesias dan memaksakan konsep mereka sendiri kepada Tuhan, dan BUKAN mencari tahu siapa sebenarnya Mesias. Maka ketika ia dengan begitu yakinnya menegor Yesus, apalagi sebelumnya ia sudah disebut sebagai batu karang yang teguh, kali berikutnya Yesus harus menghardiknya dengan sangat keras, dan menyebutnya sebagai batu sandungan. 

Sabotase Jiwa

Tindakan Simon Petrus kali ini merupakan sandungan atau sabotase jiwa karena telah mulai berusaha menghambat rencana Bapa secara keseluruhan. Dan hal ini sering kali terjadi dalam romantika Tuhan dengan umat pilihan-Nya. Apa yang selama ini kita pikir baik, apa yang selama ini kita pikir layak dan pantas, apa yang selama ini kita pikir patut dan sudah seharusnya, ternyata itulah yang sering kali menyusahkan Tuhan untuk menjalankan semua rencana kehendak-Nya dalam hidup setiap anak-anak-Nya.

"Orang Kristen seharusnya begini."

"Pernikahan seharusnya begitu."

"Pelayanan seharusnya begini."

"Gereja seharusnya begitu."

Dan seterusnya, sehingga kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita sedang mendikte Tuhan dengan konsep kita. Padahal seharusnya kita perlu meminta Tuhan memaksakan seluruh kehendak dan rencana-Nya supaya tidak ada yang gagal melalui hidup kita. Sebab secara manusiawi, pemikiran Tuhan sering kali merupakan sandungan bagi kemanusiawian kita. Sedangkan secara ilahi, pemikiran manusia adalah sandungan bagi Tuhan.

Lebih lanjut, masih dalam keberatan-Nya untuk bergerak cepat dalam kehendak Bapa, maka Yesus menekankan bahwa penyangkalan diri, terutama penyangkalan jiwa, termasuk cara berpikir kita harus segera ditanggalkan dengan cara memikul salib. Ini memang proses pembelajaran seumur hidup, dan tidak bisa dalam sepuluh atau dua puluh kejadian saja. 

Di 2016 ini Tuhan untuk kesekian kalinya akan menarik Gereja-Nya secara paksa dan agak ekstrim dan umat-Nya akan mengalami revolusi cara berpikir yang tak pernah dipikirkan sebelumnya. Akan terjadi penggenapan 1 Korintus 2:9 bagi kita yang begitu mengasihi-Nya dan terus memiliki haus dan lapar akan Tuhan. Gereja harus bersiap walaupun sesungguhnya sudah lama terlena dengan pola pikir yang ada, namun apa yang sedang dan akan terus diperbuat Tuhan, sungguh semakin melampaui segala akal.

Kegerakan Tuhan di Akhir Zaman tidak lagi harus menyesuaikan sistem yang selama ini dipaksakan oleh organisasi Gereja. Selera-Nya, urgensi-Nya dan Kerajaan-Nya adalah yang paling utama dan prioritas di atas segalanya. Semakin fleksibel orang tersebut bagi Tuhan, maka semakin mudah Tuhan memberikan pewahyuan-pewahyuan yang baru setiap harinya. Jadi berilah ruang seluas-luasnya bagi Roh Kudus-Nya dan jangan pernah batasi Beliau untuk beracara, bagaimanapun unik cara-Nya itu.

Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga? Waktu itu suara-Nya menggoncangkan bumi, tetapi sekarang Ia memberikan janji: "Satu kali lagi Aku akan menggoncangkan bukan hanya bumi saja, melainkan langit juga." Ungkapan "Satu kali lagi" menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncangkan.

Friday, January 15, 2016

Keterusterangan-Nya

"Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" - Matius 7:21-23

Selama ini kita berpikir bahwa berbagai mujizat itu adalah sesuatu yang "wah" dan sulit untuk diraih, baik itu perkataan nubuatan yang begitu akurat dan spesifik, demonstrasi kuasa ilahi melalui kesembuhan fisik, dibebaskan dari kerasukan roh jahat bahkan sampai mujizat keuangan yang amat limpah dan melampaui akal. Semua perkara ini begitu diimpikan dan dicari begitu banyak orang di dunia, termasuk oleh orang percaya dan beriman.

Namun di atas semua perkara yang menakjubkan itu, masih ada perkara yang jauh lebih sulit untuk seorang anak manusia meminta kepada Tuhan, yakni keterusterangan-Nya. Sesungguhnya Firman-Nya itu telah jelas berkata bahwa jauh lebih mudah untuk Dia melakukan atau memberikan berbagai mujizat yang kita butuhkan, namun untuk membuat mulut-Nya berterus terang, itu sama sekali bukan perkara yang mudah. Mengapa demikian?

Sebab ketika Tuhan harus berterus terang, maka Ia sedang memberikan Hati-Nya dan hanya itu. Sedangkan berbagai berkat dan mujizat itu semua hanyalah bonus tambahan untuk melihat kebahagiaan orang-orang yang dikasihi-Nya. Dan memang tidak banyak yang peduli serta terus mengejar Hati-Nya di atas segalanya. Padahal Tuhan adalah Pribadi yang amat cemburuan (Keluaran 34:14) dan sangat ingin dimengerti dan dilayani. 

Pernah suatu kali Dia berkata, "Aku ini mencari orang yang ketika Aku wahyukan apapun, Aku berkati bagaimanapun, dan Aku percayakan segalanya bahkan Aku telanjang di depannya sekalipun, Aku tidak perlu khawatir bahwa orang itu akan mencuri kemuliaan-Ku."

Lalu saya membalas-Nya, "Tuhan, apa ada orang yang seperti itu?"

"Memang tidak ada, orang seperti itu harus mau dan rela dibentuk dan diproses sedemikian rupa, sampai jadi seperti yang Aku mau."

Mujizat, berkat, karunia, kekayaan bahkan langit dan bumi, semuanya itu akan berlalu, namun perkataan-Nya dan sekaligus keterusterangan-Nya takkan pernah berlalu. Tidakkah kita seharusnya takut dan gentar oleh sikap-Nya yang demikian ini? Lalu mengapa hati kita masih saja condong kepada semua remah-remah dan yang amat sepele itu?

Mengapa begitu sulit bagi Tuhan untuk berterus terang kepada kita? Karena pada dasarnya memang kita tidak peduli dengan Hati-Nya dan kita terlalu sibuk dengan kebutuhan dan keinginan kita sendiri. Kita terlalu mudah terjebak dengan apa yang kita sangka baik dan terlalu cepat menyimpulkan dengan akal sehat kita ketimbang dengan iman kita.

Kejarlah Hati-Nya lebih lagi, nikmati kecemburuan-Nya, nantikanlah keterusterangan-Nya, di suatu ruang yang istimewa Dia menantikan kita untuk melayani Pribadi-Nya, ruang yang hanya segelintir manusia mau peduli dengan siapa sesungguhnya Dia.

Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.

Saturday, January 2, 2016

Hanya Kau Yang Tetap Kuingini

Simpan aku dalam perkenan-Mu, sebab aku ini kepunyaan-Mu selamanya.
Biar batinku penuh dengan didikan-Mu, meluap karena cinta yang Kau beri.
Walau langit tak selalu biru, namun aku aman dalam terang-Mu senantiasa.
Yang kuingini adalah Hati-Mu, dan jangan pernah ambil Roh-Mu dari hidupku.


Kalaupun aku harus jatuh, biarlah aku jatuh ke Tangan-Mu saja.
Karena Tangan-Mu jugalah yang menopang aku dan memberi kemenangan.
Jangan biarkan aku pergi, sebab aku ingin mengagumi diri-Mu selamanya.
Lagipula, ke mana lagi aku bisa menjauh, sebab Kau mencemburuiku dengan sangat.


Akankah kita sepakat dalam setiap kesempatan yang ada, Kekasih?
Namun telah kubuang semua impianku ke dalam tubir laut dan gelungan ombak.
Supaya hanya impian-Mu yang terus menari-nari dalam cakrawala imajinasiku selalu.
Ke manapun Engkau berada, di situlah aku bersenandung karena Engkau berkenan kusertai.


Sampai pada hari itu, semuanya akan terungkap dalam gegap sanubari kita.
Bahwa cinta ini tetap tak pernah salah memilih, tak pernah salah percaya, dan juga tak pernah salah berharap.
Sampai pada momen itu, hari yang paling membahagiakan kita berdua.
Hari di mana cinta ini bertemu muka dengan muka dengan Tuannya, Raja di atas segala raja.

Keintiman Dengan Tuhan

"Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati." - Filipi 3:10-11

Keintiman atau kekariban bisa bertumbuh karena adanya persekutuan (relationship). Dan persekutuan yang paling efektif melahirkan sebuah keintiman yang kuat (sustain) adalah persekutuan dalam penderitaan. Mengapa demikian? Karena penderitaan ilahi (divine suffer) dirancang Tuhan untuk mengikis kedagingan manusiawi kita, termasuk memaksa kita keluar dari zona nyaman sejauh mungkin (Yohanes 21:18). Jadi keintiman itu bukan sekedar memiliki rutinitas waktu pribadi atau saat teduh dengan Tuhan saja.

Intinya, keintiman adalah proses yang terekayasa sedemikian rupa buat kita, sampai mencapai di sebuah titik dimana tidak ada lagi hal lain yang bisa menolong kita atau yang bisa kita jadikan sandaran selain kehendak Tuhan saja. Jadi jangan heran jika dalam perjalanannya, ada banyak hal negatif yang harus dialami oleh orang percaya demi sebuah keintiman yang kokoh. Hal itu bisa berupa kehilangan pekerjaan, habisnya cadangan keuangan, berpisahnya dengan satu atau beberapa anggota keluarga, rusaknya sebuah reputasi, dan sebagainya. Ketika semuanya itu hilang dan yang tinggal hanyalah Kehendak Tuhan saja, di titik itulah keintiman yang sesungguhnya dimulai.

Dengan jalan proses yang demikian, maka tidaklah berlebihan bahwa proses memikul salib seperti ini juga disebut sebagai proses pengosongan, yang lama harus berlalu (dibuang) supaya yang baru bisa datang. Sampai pada titik kita menyerah sepenuhnya dan hati kita dengan begitu mudah bilang ke Tuhan, "Hanya kehendak-Mu saja." Itulah keintiman yang sesungguhnya.

Hasil dari keintiman sejati adalah kepekaan terhadap semua perasaan dan pikiran Kristus. Semakin intim, maka semakin peka, semakin mudah membaca, melihat dan merasakan apa yang dari Kristus, termasuk berbagai urgensi yang sedang berjalan dalam suatu tempat atau waktu.

Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.

Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.

About Windunatha

My photo
An ENTP Person. Saksi Terakhir Sebelum Segalanya Berakhir. One Of The Remnant In The Last Days.